Niat Berubah dalam Hitungan Detik
Niat Berubah dalam Hitungan Detik |
“Ga usah Neng, kalo Jumat
saya emang ga ngambil”, ucap abang ojek langsung meninggalkanku usai menepi di
bahu jalan, sementara uang 10rb masih di genggamanku.
Stop Mang Stop, aku menjuntaikan tangan ke depan sebagai tanda
memberhentikan angkutan umum. Lalu aku masuk ke dalam, dan sepanjang perjalanan
masih tertegun dengan aksi ojek online tersebut. Masih ada ya orang baik seperti itu, pikirku dan mendoakan agar Allah membalas kebaikan abang ojek tersebut. Aku
berniat akan memberikan ongkos abang ojek tadi ke abang angkot yang sedang aku
tumpangi sekarang. Seperti terburu-buru, angkot melaju dengan cepat hingga sempat
membuatku terkejut karena hampir bersenggolan dengan kendaraan lain di depan.
“Dek, stop dimana?”, tanya
abang angkot.
Di depan lagi Bang.
Belum sampai ke tempat
aku harus berhenti, tiba-tiba abang angkot menurunkan aku dan mengatakan “bayar
setengah aja Dek”. Hemmm, padahal aku ingin memberikan uang 10 ribu tadi, niat kuurungkan,
dan kubayar 2rb pada abang angkot.
Akhirnya uang 10rb tadi
aku infakkan ke kelompok ngajiku yang kebetulan sedang pertemuan pekanan.
Berbicara tentang niat, pernah
aku mengalami hal serupa seperti di atas. Ketika acara wisudaan, aku
membutuhkan pena untuk menulis kartu ucapan pada hadiah yang telah kusiapkan
untuk teman-temanku yang wisuda pada hari itu. Kepada salah seorang penjual,
aku menanyakan harga pena. Dia menjual dengan harga berkali lipat dari harga
biasanya. Pena tersebut biasanya cuma seribu atau 2rb an, ia menjual dengan
harga 5rb. Aku melepaskan pena yang kupegang dan memutuskan untuk tidak jadi membeli.
Aku duduk sebentar di
trotoar jalan yang sekelilingnya dipenuhi penjual souvenir wisuda. Aku bertanya
pada abang yang jual bunga di sampingku
apakah ia juga menjual pena atau tidak. Kemudian
ia menunjukkan salah seorang Bapak penjual bunga yang di sebelah sana. Aku menuju
Bapak tersebut. “Pakai aja dek penanya”, kata Bapak tersebut. Kemudian aku
menulis. Ia tidak menjual pena, tapi ia meminjamiku pena miliknya. Tanpa pikir panjang,
aku memutuskan membeli minuman seharga 5 ribu pada Bapak tersebut sebagai rasa
balasan atas kebaikannya.
Dari kejadian tersebut, hanya
butuh beberapa detik untuk mengubah niat. Aku membatalkan kebaikan pada abang
angkot, sebab ada hak yang aku rasa tidak dipenuhi. Kemudian tidak jadi membeli
pena, aku merasa berat uang diberikan kepada orang yang berjualan pada harga
yang terlalu tinggi dari harga normal. Di sisi lain, berkat kebaikan abang yang
meminjamiku pena, Allah gerakkan aku
membeli minuman yang dijualnya meski aku tidak merasa haus pada saat itu. Mudah
saja bagi Allah untuk membolak-balikkan hati manusia, kan?
Palembang, 28 April 2019
Mayang Sari
Comments