Bagaimana Nanti Jika Aku Buta?
Malam ini aku mencoba
berbagai cara untuk menangis. Mulai dari menonton film menyayat hati, mengingat
kenangan kelam, hingga mengingat kematian. Sayang, air mataku seperti malu-malu
untuk berderai deras. Air mata suka gitu, ketika dibutuhkan mengalir, ia
seperti jual mahal. Tapi coba, ditinggalin kekasih, diselingkuhin pacar, atau hanya
gara-gara hal sepele lain, membuat air mata tumpah ruah? Ahhh sayang banget
kan.
Aku mencari sesuatu,
sedang aku tidak menemukan tanda-tandanya.
Di mana dia bersembunyi?
Malam ini pikiranku
terbang melayang tak karuan.
Bagaimana nanti jika aku
buta?
Bagaimana nanti begini,
bagaimana nanti jika begitu, dan banyak bagaimana
nanti yang lain yang berserakan dalam kepalaku.
Akhirnya aku memilih terlelap
Berharap esok pagi kan kudapati
mentari cerah
Beberapa hari yang lalu,
aku mengambil Kelapa Muda atau akrab disebut Dogan di pohonnya yang tidak
terlalu tinggi di belakang rumah nenek. Tidak sengaja, ada partikel yang masuk
ke dalam mataku. Setelah beberapa hari, aku merasakan mataku perih. Aku ingin
menangis berharap partikel terdorong keluar dari mataku.
Sontak, aku merasa betapa
aku belum bersyukur atas nikmat Allah yang tidak terhitung tiap detiknya. Kalo dipikir-pikir,
entah berapa kali aku mengeluh, “Yahhh, mati lampu…”, “Aidemmm, ngantuk”, dan
macam-macam keluhan lain yang secara sadar atau tidak. Dengan mata, sudah jelas
Allah tunjukkan ke mana arah yang harus dituju, bukan?
Palembang, 23 April 2019
Mayang Sari
Comments