Di Saat Sedihnya Dia Lebih Berkelas
Terdengar dering WA menandakan pesan masuk.
"Aku lagi sedih, hiks". Begitulah bunyi pesannya.
Langsung kututup dan kukunci layar handphone, dan kubiarkan beberapa saat.
Saat membaca pesan itu, ingin rasanya aku membalas "sama, aku juga". Tepat saat itu, aku sedang terbaring dan meluapkan rasa, dan tanpa sadar sedari tadi ia menetes begitu saja, dan makin lama ia makin deras, kubiarkan saja ia mengalir di permukaan muka.
Dengan mata yang masih merah, kubalas pesan itu "Apa yang membuatmu sedih, ayo ceritakan padaku". Berlaga sok kuat itu menyakitkan, tapi itu suatu keharusan.
Aku malu dan ingin rasanya menertawakan diriku sendiri. Sedihnya orang yang mengirim pesan padaku jauh lebih berkelas dibandingkan dengan sedihku yang tak seberapa ini.
Sedihnya dia karena memikirkan orang banyak, lah aku? Masih berkutat dengan persoalan pribadi yang tak sepatutnya menguras energi.
Kuterima pesan itu 2 malam yang lalu, hingga kini belum kubalas lagi setelah ia menceritakan persoalannya. Akan segera kuselesaikan permasalahanku, akan kubicarakan pada dia (re: diriku sendiri) bahwa aku tak boleh lemah. Besok, akan kubalas pesanmu, Dik!
Jakarta Selatan, 03 Oktober 2019
Mayang Sari
Comments