Hei Kamu, si ‘Tamu Tak Diundang Pergi tanpa Pamit’!
Rabu, 30
September 2015
Hei Kamu, si ‘Tamu Tak Diundang Pergi tanpa Pamit’!
Tergopo-gopo
pagi ini aku mengerjakan tugas kuliah. Wajar saja, karena tadi malam sifat
malas mengelabuhiku. Selalu saja ada kesalahan dalam membuat tugas ini, entah
itu salah angka, salah hitung, banyak coretan, salah inilah, salah itulah, yang
mengharuskan aku mngganti kertas berulang kali. Sesampai di kelas, eh ternyata
banyak juga temanku yang baru buat tugas. Kulihat jawabanku berbeda dengan
jawaban teman-teman. Oh ternyata aku ada yang salah hitung. Kembali lagi aku
mengganti kertas dan ulang mengerjakan. Di sepanjang perjalanan mengerjakan
tugas Mektek “Mekanika Teknik” itu berulang kali lagi aku mengganti kertas
karena selalu saja ada kesalahan. Sampai ada teman yang bilang “Rajin nian
Mayang nak ngulang terus” (rajin sekali
Mayang mau ulang terus). Ini bukan masalah rajin atau tidaknya, tetapi aku
merasa tangan dan mataku lagi tidak sejalan.
Dosennya
hari ini tidak masuk. Lulu menelpon, bahwa di Griya lagi persiapan Keputrian
Tahun 2015 yang akan diadakan besok. What??? Besok keputrian??? Rasanya
persiapan 2014 belum matang. Tapi ada iming-iming bahwa keputrian diundur.
Mumpung
lagi di jurusan, aku dan Lia pergi ke ruang kajur untuk minta tanda tangan
Surat Pengesahan Dosen Pembimbing. Saat itu, sedang berlangsung sidang
pendadaran KP (Kerja Praktek). Jadi, aku dan Lia harus menunggu. Sambil
menunggu, kami konsultasi masalah Keputrian sama Kak Amin dan Kak Puput yang
saat itu juga berada di jurusan lantai 2. Banyak nasehat yang kami dapat dari
mereka. Dan kebetulan juga di sana ada Bang Dedi, aku dan Lia juga konsultasi mengenai
penelitian kami yang saat itu sudah H-5 pengumpulan full paper SSMC (Sumatera
Student Mining Competition). Adminitrasi laboratorium beluum selesai, waktu
percobaanpun sudah mepet. Aku lebih banyak diam dan berkata iya-iya saja.
Rasanya ada yang mengganggu pikiranku yang saat itu aku juga tidak tahu apa
yang aku pikirkan.
Menjelang
Dzuhur, aku OTW Mustek (Mushola Teknik). Kakiku rasanya lemes dan pegel,
padahal tidak dari olahraga berat. Handphoneku berdering, nama kontak “My Dad”
memanggil. Biasanya ayahku jarang menelpon pada jam-jam kuliah seperti ini.
Beliau memberi kabar bahwa “Uwak” (saudara perempuan ayah) tadi pagi sudah
balik ke Bekasi. Uwak mudik pada saat Idul Adha kemarin. Sampai di mustek, aku
masih sempat ngobrol sama teman-teman tentang Keputrian. Kondisinya teman-teman
memang sudah shalat duluan, sementara aku belum. Kugeletakkan saja tasku di
teras mustek, lalu aku mengambil wudhu. Setelah aku wudhu, kuambil lagi tasku
dan kuletakkan lagi di dalam mustek. Dan teman-teman menunggu di depan pagar
mustek. Saat shalat, rasanya aku tergesah-gesah sekali seolah-olah ada yang
mengejarku atau karena teman-teman sedang menungguku untuk masuk ke kelas
bareng.
Selesai
shalat, aku hendak mengambil tasku. Aku tak melihat tasku di posisi aku
meletakkannya tadi. Kutoleh kiri kanan, tak satu bayanganpun aku melihat tasku.
Tasku pasti sudah dibawakan oleh teman-teman, pikirku. Kutanyakan pada mereka,
mereka tertawa. Kupikir lagi, pasti mereka mau jail sama aku. Dan ternyata
memang tas itu tidak sama mereka. Mulai aku mencari keberadaan tas itu didalam
mustek dan banyak juga orang yang membantu mencarinya. Hasilnya nihil. Kucoba
menguhubungi nomor telponku lewat handphone teman. Awalnya, memang masih
terhubung, tetapi tak ada jawaban. Ditelpon lagi, eh malah muncul suara “nomor
yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan, silahkan
hubungi beberapa saat lagi”. Aduh, positif nih sudah diambil oleh ‘Tamu tak
Diundang Pergi tanpa Pamit’. Ciri-ciri tas beserta isinya disiarkan melalui
microphone mustek. Saat itu aku betul-betul panik. Aku takut dimarahi oleh
ayah. Ditambah, ada uang orang di dalam tas itu. Saat itu juga, aku kehilangan
2 handphoneku. Untung saja, niatku untuk membawa laptop hari ini aku urungkan
karena aku merasa berat untuk membawanya, padahal dua hari berturut-turut
kemarin aku selalu membawa laptop.
Aku
memang sedih, tetapi semangat dari kakak, mbak, dan teman-temanku jauh lebih
berarti dari sebuah kesedihan itu. Aku punya mereka untuk bersandar. Mungkin,
saat itu air mata adalah salah satu cara unutk melampiaskan keresahan hati.
Miftah, salah satu temanku, menawari aku air minum. Spontan kujawab “aku punya
air minum kok, Mif”. Aku tertawa, tersadar dari lamunanku sejenak, kalau air
minum itu juga hilang. Aku berharap ini hanya mimpi buruk. Kucubit pipiku, aduh
rasanya sakit. Hal ini membuat aku harus menerima bahwa ini adalah sebuah
kenyataan bukan mimpi. Daripada pusing mikirinnya, mending masuk kelas, isi
absen. Walau sebenarnya, raga berada di kelas, tapi pikiran melayang.
Sekitar
pukul 14.30, ada kabar bahwa tasku ditemukan oleh seorang mahasiswi FKIP Unsri.
Pengakuannya, ia menemukan tas tersebut di toilet terminal. Setelah ia tanyakan
kepemilikan tas tersebut, tak seorang pun yang tahu. Akhirnya, ia membawanya ke
rumahnya di Palembang, takutnya nanti ada yang mencarinya. Lalu bagaimana cara
ia menguhubungi saya? Di dalam tas tersebut, ada brosur Pemira FT (Pemilihan
Raya Fakultas Teknik). Kemudian, ia menghubungi CP yang ada di dalam brosur
tersebut. Kebetulan pula, CP tersebut adalah Mba Tia, yang aku kenal dekat
dengannya. Dengan meminta maaf, mahasiswa FKIP terssebut membuka tas tersebut
dan menyampaikan bahwa di tas teresbut ada binder, buku merah, kotak pensil,
botol minum, flash disk, kunci, dan dompet. ‘Tamu tak Diundang Pergi tanpa Pamit’
yang mengambil tas di mustek tersebut meninggalkan uang logam seribu rupiah di
dalam dompet. Hei Kamu si ‘Tamu tak Diundang Pergi Tanpa Pamit’, kenapa tidak sekalian
seribunya juga di ambil? Aku sangat berterima kasih kepada mahasiswa FKIP
tersebut karena telah mengamankan tasku, walau sebenarnya tak punya isi lagi,
tetapi setidaknya aku masih bisa belajar dengan binderku, masih bisa buka kosan
dengan kunci itu.
Aku
belum berani menghubungi orang tuaku. Tetapi, teman menyarankan untuk segera
menghubungi. Akhirnya, aku beranikan diri untuk angkat bicara. Awalnya, aku
memang mendengar ayahku seperti emosi. Ia menyalahkan aku karena aku teledor.
Aku berusaha menjelaskan kronologis kejadiannya. Emosinya meredam. Aku dapat
lebih tenang. Sorenya, ayahku menghubungi lagi, kali ini ia menyemangatiku. Ia
meminta aku untuk tidak terlalu memikirkan masalah ini. Ibu tidak marah
kepadaku. Ia meminta aku fokus belajar. Katanya, uang dapat dicari, barang
dapat dibeli. Ibuku tetap bersyukur yang hilang hanya uang dan barang, asal aku
baik-baik saja. Mungkin ibu trauma telah kehilangan anak gadisnya 6 tahun lalu.
Ibuku bilang ini adalah musibah. Ia menambahkan lagi, bahwa selama ini segala
urusanku selalu dilancarkan oleh Allah, dan ada saat Allah mengujinya.
Setelah
kejadian ini, memang aku lebih banyak ngelamun. Semangat juga turun. Tetapi,
aku merasa tidak memikul beban ini sendiri. Aku bersyukur punya teman-teman
setia yang tetap memberikan aku semangat. Bahkan mereka mengawasi jadwal
makanku, Hesti khususnya. Bahkan ada yang menelponku semalaman, takut kalau aku
nangis, si Dwi ini. Terima kasih kak, mbak, temen-temen. Aku beruntung punya
kalian semua. Tak bisa kubayangkan, bila taka da kalian. Aku kembali menemukan
semangat lagi. Kita semua keluarga terima kasih. Dan saat aku menulis ini, air
mata ini tak mampu terbendung.
Aku
berdoa kepada Allah Swt, semoga ‘Tamu tak Diundang Pergi tanpa Pamit’ tersebut
diberikan hidayah. Semoga beliau mendapatkan pekerjaan yang halal. Karena
sesungguhnya sesuatu yang didapat dengan mencuri itu tak akan berkah. Pikirkan
diri Anda, jika darah daging Anda harus tumbuh karena suatu yang tidak halal.
Heiii kamu, Ayo berusaha! Allah tak suka umatnya mencuri! Aku sadar Allah tidak
akan memberikan musibah tanpa sebab.
Bisa jadi ujian ini untuk membuatku menjadi orang yang sabar dan ikhlas. Atau
bisa jadi ini teguran buat aku untuk memperbanyak sedekah dan membantu orang
lain yang kesusahan. Atau mungkin, dengan musibah ini menjadi awal pembuka
pintu rezeki. Sebelumnya, aku memang merasa kehilangan. Tapi aku tersadar bahwa
apa yang aku miliki di dunia ini bukanlah milikku, bahkan diri inipun hanya
titipan yang pada saatnya akan kembali pada-Nya.
Ditulis pada
Oktober 2015
Mayang Sari
Comments